Seorang remaja berusia 17 tahun yang mengaku sebagai anak jalanan dari Korea Utara sedang mencari status pengungsi, dan bersikeras bahwa ia melarikan diri ke Swedia melalui Tiongkok dan Rusia.
Remaja tersebut, yang menggunakan nama samaran Han Song untuk menghindari pembalasan agen Korea Utara, khawatir Swedia akan mendeportasinya ke Tiongkok karena dia tidak memiliki dokumen.
Han mengatakan dia lahir di Kabupaten Songbuk, daerah pedesaan dan berpenduduk jarang di Korea Utara yang menjorok ke Tiongkok, perbatasan yang ditandai oleh Sungai Tumen.
Ketika dia berumur tujuh tahun, ibunya meninggal karena sakit perut. Ayahnya kemudian dipenjara karena mengkritik mantan pemimpin Kim Jong Il, menurut Han.
“Setelah itu saya lari dari desa, dan berjalan berkeliling sebagai ‘kotjebi’,” ujarnya.
Kotjebi adalah kata yang digunakan di Korea Utara untuk menggambarkan anak-anak yatim piatu dan tunawisma.
Seperti kebanyakan kotjebis, Han mengatakan dia harus mengemis makanan, biasanya dalam kelompok dengan anak-anak tunawisma lainnya yang berkeliaran di pinggiran pasar untuk mencari sisa makanan.
Penerbangan melintasi benua
Kemudian seorang saudagar kaya, mantan rekan ayahnya di militer, datang membantunya.
“Dia hangat, perhatian, dan suka membantu. Dia cukup kaya di lingkungannya karena dia menjual banyak barang sehari-hari yang diselundupkan dari Tiongkok,” kata Han.
Dengan bantuannya, Han mengatakan dia mencapai kesepakatan dengan seorang etnis Korea di Tiongkok, seorang broker yang membantu warga Korea Utara mencari suaka di negara ketiga.
Pada suatu malam yang dingin di bulan Maret tahun 2013, Han berkata bahwa dia berjalan melintasi Sungai Tumen yang membeku. Sebuah mobil di seberang jalan membawanya ke rumah persembunyian di mana dia dan sekelompok kecil pengungsi lainnya bersembunyi selama beberapa hari sebelum broker tersebut membawa Han dan beberapa orang lainnya ke Rusia.
“Broker selalu bersama saya karena saya tidak tahu bagaimana melakukannya (sendirian),” kata Han. “Mereka membuatkan dokumen palsu untuk saya, saya tidak tahu apakah itu paspor palsu atau bukan.”
Di Timur Jauh Rusia, Han mengatakan broker tersebut membawa dia dan rekan-rekan pengungsinya ke kereta api rute Trans-Siberia. Dalam perjalanan selama seminggu melalui Rusia, Han mengatakan dia berbaring di kabin dan makan roti yang disediakan oleh broker.
Kelompok itu berpisah di perbatasan Rusia-Finlandia dan Han mengatakan dia disembunyikan di belakang truk, di antara kotak-kotak besar, dan dibawa ke Swedia.
“Saya bahkan tidak tahu di mana Swedia berada. Broker membantu saya sampai di sini,” ujarnya. Tiga minggu setelah pertama kali meninggalkan perbatasan Korea Utara, Han menyerahkan diri ke Palang Merah di Stockholm dan meminta status pengungsi.
Dewan Migrasi Swedia mengatakan Sprakab, sebuah perusahaan yang mereka gunakan untuk melakukan tes bahasa dan metode lain untuk memeriksa pencari suaka, tidak dapat secara meyakinkan menyebutkan latar belakang Han.
Han diminta mengisi aplikasi untuk mencari dokumen perjalanan Tiongkok. Jika Tiongkok tidak mengkonfirmasi bahwa ia adalah warga negara Tiongkok, dan baik Han maupun pihak berwenang Swedia tidak dapat membuktikan identitasnya setelah jangka waktu empat tahun, ia mungkin akan diizinkan untuk tinggal di Swedia atas dasar kemanusiaan.
Pendukung Han mulai kampanye online untuk mencegah deportasinyadan mengumpulkan lebih dari 14.000 tanda tangan pada petisi tersebut.
Ratusan orang di Korea Utara yang terisolasi berhasil keluar dari penindasan dan kemiskinan setiap tahunnya. Sebagian besar dari mereka melintasi perbatasan menuju Tiongkok dan kemudian menuju Korea Selatan, meskipun ada pula yang berakhir di negara lain.
Akses ke Korea Utara sangat dibatasi dan tidak mungkin memverifikasi laporan sebagian besar orang yang melarikan diri. Salah satu pengungsi paling terkemuka yang pelariannya dari kamp penjara yang brutal menjadi subjek buku terlaris “Escape From Camp 14”, mengubah bagian penting dari ceritanya dan meminta maaf minggu ini karena telah menyesatkan orang.