Menghadapi penyakit mental

Bertentangan dengan persepsi umum, penyakit mental bukanlah masalah baru atau unik di negara maju.

Hal yang baru dan menggembirakan adalah perhatian yang lebih besar kini diberikan terhadap masalah ini. Sebuah studi yang dilakukan oleh Forum Ekonomi Dunia dan Sekolah Kesehatan Masyarakat Harvard memproyeksikan bahwa kerugian ekonomi global akibat penyakit mental akan melebihi kerugian akibat gabungan penyakit kanker, diabetes, dan pernafasan selama dua dekade mendatang.

Dengan besarnya risiko yang dipertaruhkan, alasan kemanusiaan dan ekonomi bagi para pemimpin untuk memperhatikan kesehatan mental dengan serius jelas merupakan hal yang menarik.

Penyakit mental seringkali dapat menyebabkan masalah kesehatan lainnya. Gangguan otak seperti depresi dan skizofrenia meningkatkan risiko terkena penyakit kronis, seperti penyakit kardiovaskular dan pernapasan.

Orang dengan penyakit mental dan penyalahgunaan zat memiliki risiko lebih besar terkena penyakit menular seperti HIV/AIDS.

Selain itu, gangguan mental mempunyai dampak besar terhadap akibat penyakit lainnya. Misalnya, setelah serangan jantung, prognosisnya lebih bergantung pada ada tidaknya depresi dibandingkan ukuran fungsi jantung apa pun.

Itu sebabnya pembuat kebijakan layanan kesehatan harus menganut pepatah sederhana: “Tidak ada kesehatan tanpa kesehatan mental.”

Memang benar, penyakit mental bisa sama mematikannya dengan penyakit fisik. Bunuh diri menyebabkan lebih banyak kematian daripada pembunuhan. Sekitar 7 persen orang dengan gangguan depresi berat akan bunuh diri.

Di seluruh dunia, lebih dari 800.000 orang melakukan bunuh diri setiap tahunnya. Mengatasi masalah ini memerlukan pendekatan inovatif. Tidak cukup hanya menyediakan pengobatan saja.

Orang dengan gangguan psikotik mungkin menyangkal bahwa mereka sakit, dan mereka yang menderita depresi mungkin terlalu membenci diri sendiri sehingga merasa layak untuk mendapatkan bantuan. Bahkan di negara maju, diperkirakan hanya sekitar setengah dari seluruh penderita depresi yang didiagnosis dan diobati.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, 76-85 persen orang dengan gangguan mental serius di negara-negara berkembang tidak mendapat pengobatan. Kita memerlukan cara sensitif untuk mengidentifikasi mereka yang berisiko.

Tidak semua orang dengan penyakit mental memerlukan obat-obatan mahal, perawatan di rumah sakit, atau bahkan akses langsung ke psikiater terlatih.

Di wilayah dengan sumber daya terbatas, penduduk setempat atau anggota keluarga dapat dilatih untuk memberikan psikoterapi singkat dan efektif yang menangani depresi atau kecemasan tingkat sedang. Terapi berbasis telepon atau internet juga dapat digunakan.

Meskipun demikian, harus diakui bahwa pengobatan untuk penyakit mental masih jauh dari mudah. Dari mereka yang mendapatkan pertolongan, hanya sekitar setengahnya yang menerima pengobatan yang tepat, dan sekitar setengahnya yang menerima pengobatan mengalami kemunduran.

Satu-satunya cara untuk meningkatkan persentase ini adalah dengan memperdalam pemahaman kita tentang fungsi otak normal dan abnormal.

Kita memerlukan penelitian untuk mengembangkan pengobatan yang lebih baik untuk gangguan otak secara umum dan penyakit mental pada khususnya.

Untungnya, beberapa inisiatif penting yang diluncurkan pada tahun lalu membawa kita ke arah yang benar.

Pada bulan April, Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat meluncurkan inisiatif Penelitian Otak dengan Memajukan Neuroteknologi Inovatif, bergabung dengan upaya serupa di Uni Eropa, Israel, Jepang, Tiongkok, Australia, dan Kanada.

Terobosan dalam penelitian biomedis menawarkan harapan bahwa obat untuk gangguan otak akan ditemukan. Dengan memperluas akses terhadap pengobatan yang ada dan berinvestasi dalam penelitian untuk mengembangkan terapi baru, kita dapat berupaya menghilangkan salah satu penyebab tertua dan paling luas dari kesengsaraan manusia.

Thomas Insel adalah direktur Institut Kesehatan Mental Nasional Amerika Serikat. © Sindikat Proyek, 2015.

By gacor88